Home » » ......FLAME OUT.....

......FLAME OUT.....

Written By MUHAMMADIYAH BONE on Sabtu, 27 Agustus 2011 | 00.10


by : Arniyanti K

1

H
iruk pikuk suara tawa yang begitu riang terdengar di balik bukit yang berkabut menghiasi pagi menanti mentari. Langkah demi langkah kaki yang berlari kecil di tengah lereng perkebunan teh. Yah, disitulah tempat mereka bertiga menghabiskan waktu di kala pagi dan sore hari, duduk diatas sebuah batu hitam yang selalu menjadi saksi persahabatan mereka, menyambut mentari terbit untuk memberikan satu kehidupan dan menyaksikan matahari terbenam di ufuk senja yang telah menyinari satu kehidupan pada hari itu. Terima kasih atas sinarmu yang telah membiaskan cahaya pada kami sehingga kami bertiga bisa melihat betapa indahnya tempat kesaksian persahabatan kami. Terima kasih mentari atas kehangatanmu hingga kami merasakan kehangatanmu sepanjang hari kami.
Santi, Reno, dan Soni, itulah tiga orang sahabat yang sudah menjalin persahabatan sejak sepuluh tahun yang lalu. Mereka hidup di suatu tempat yang hijau, adem, dan bekabut, di daerah perbukitan tepatnya. Lomba lari di lereng bukit perkebunan, itulah salah satu bentuk kegila-gilaan mereka,  untuk lebih dulu sampai pada puncak bukit. Di atas batu hitam yang besar dan duduk menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari. Sungguh riangnya mereka menjalani hidup dengan canda dan tawa seperti itu.
Soni yang selalu dituakan tak pernah berhenti berkata dengan bijaknya pada Santi dan Reno untuk saling menjaga, berbagi, dan saling menyayangi, jangan selalu menampakkan keegoan dalam suatu persahabatan, karena sesungguhnya persahabatan itu abadi dan mereka berusaha untuk membuktikannya, itulah persahabatan mereka.
Diatas batu hitam dikala senja Santi ditemani oleh kedua sahabatnya untuk menemukan suatu inspirasi baru dalam dirinya yang nantinya akan dijadikan suatu jalur cerita dalam bukunya yang akan segera ia terbitkan pada edisi berikutnya. Ia selalu mengimajinasikan suatu bentuk kehidupan. Santi memang berkeinginan untuk menjadi seorang penulis buku dan dan berharap pada suatu saat nanti bukunya itu akan banyak diminati oleh masyarakat. Itulah salah satu bakat Santi yang membuat kedua sahabatnya salut akan bakatnya. Reno dan Soni selalu di sampingnya mensupport demi terwujudnya impian Santi , sahabatnya. Reno yang raja humor sangat membantu dan mampu menjadi penghibur sahabatnya di kala salah satu di antara mereka lagi gundah dan sedih. Reno yang berkeinginan menjadi seorang dokter profesional yang ingin menyembuhkan semua orang dengan candanya yang selalu membuat kedua sahabatnya tertawa bahagia saat di sampingnya.
Begitu banyak hari-hari dan waktu mereka habis bersama, sehingga persahatan antara satu sama lain semakin erat saja. Sama menangis, sama tertawa indah dalam kebersamaan, hingga pada suatu sore yang dihiasi oleh kabut hitam menandakan hari hujan tapi mereka tetap ke tempat perkebunan itu berlari ke bukit untuk mengejar cahaya matahari yang tinggal seberkas cahaya dimana sebentar lagi awan hitam menutupi cahaya itu. Alhasil mereka sempat menemukan seberkas cahaya itu dengan dengan duduk ngos-ngosan diatas batu hitam. Tak lama kemudian hujan pun turun membasahi bumi, tapi mereka tetap duduk di atas batu itu melakukan suatu ikrar janji setia persahabatan yang akan mereka abadikan dengan disirami oleh air hujan yang yang juga menjadi saksi ikrar persahabatan mereka bertiga. Sungguh indah dipandang mata. Di bawah rintik hujan pula mereka bertiga mengukir nama mereka di atas batu hitam itu dan mereka bingkai dengan gambar hati yang maknanya bahwa mereka tiga orang sahabat yang saling menyayangi, saling melindungi, dan saling setia sehidup semati. Karena hujan yang tak kunjung reda, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dengan berlari kecil berkejaran di lereng bukit perkebunan teh, yang menikmati setiap rintik hujan yang turun yang seolah juga merasakan kebahagiaan mereka.

********

2


H
ujan yang larut sampai malam hari membuat sauna malam menjadi kelam sampai bumi berputar menghadirkan pagi kembali. Santi merasakan pagi kali ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, ia merasa gundah dan khawatir tapi ia sendiri bingung mengapa ia merasakan demikian. Santi mencoba untuk menghubungi Reno tapi HP Reno lagi sibuk. Ia  tambah kebingungan. Tidak biasanya ia merasa khawatir tanpa sebab. Ia bergegas menuju bukit perkebunan teh barangkali saja kedua sahabatnya sudah berada di sana menunggunya. Tapi sesampainya di tempat itu yang ia ketemukan hanyalah suara kicauan burung yang mengusik keheningan pagi dan kabut putih yang tebal menghiasi lereng demi lereng pegunungan yang yang membuat suasana pagi terasa dingin terselimuti kabut. Ia merasa keheranan mungkinkah kedua sahabatnya itu lagi usilin dia atau lagi sembunyi di balik rimbunan pohon teh. Yah, ia merasa yakin kalau Reno dan Soni lagi ngumpet di balik pohon teh. Santi pun berlari mengelilingi perkebunan sambil teriak memanggil nama mereka. Reno dan Soni. Tapi tak ada hasil yang ia temukan dari usahanya itu. Ia teringat pada batu hitam yang terdapat pada puncak bukit. Barangkali saja mereka berdua sudah sampai di tempat itu. Tapi lagi-lagi tak ada. Santi sudah merasa kelelahan berlari ke sana ke mari mencari sosok Reno dan Soni, tapi tak kunjung ketemu. Akhirnya ia memutuskan untuk beristirahat sejenak duduk di atas batu hitam itu sambil mengelus ukiran nama mereka bertiga yang baru kemarin mereka ukir dengan berbingkai hati. Tak sadar Santi meneteskan air mata, ia merasa ikrar janji yang kemarin mereka ucapkan di tempat itu bukan sungguhan.Apalah arti dari sebuah ikrar kalau tak ada realitanya, pikirnya. Ia mulai merasa kecewa dengan Reno dan Soni yang tak bisa menghargai persahabatan mereka, Santi memandang nama Reno dan Soni terhapuskan oleh hujan semalam, dalam tangisnya ia berteriak memanggil nama kedua sahabatnya dan seketika terdengar jawaban dari belakangnya. Sangat betul itu suara Reno yang membalas panggilan Santi yang sedari tadi berteriak memanggil namanya. Tapi jawaban Reno terdengar sangat lesu tak bersemangat seperti biasanya, Santi langsung menoleh kebelakang melihat Reno yang lagi berdiri dengan wajah kusam dan tampaknya habis mengeluarkan air mata, Santi semakin tak mengerti ada apa sebenarnya dengan semua kejadian hari ini yang sangat berbeda dengan hari sebelumnya. Reno yang datang terlambat di tempat itu dengan wajah kusam sedangkan Soni sendiri tak nampak. Santi berusaha menebak makna dari kejadian itu semua tapi ia tak bisa. Akhirnya ia menanyakan pada Reno kenapa ia datang terlambat padahal sedari tadi Santi berlarian kesana kemari di lereng bukit mencari mereka berdua dan pula menanyakan keberadaan Seni yang sampai detik itu belum nampak. Reno yang mendengar pertanyaan Santi mengenai mengapa Seni tak datang, membuatnya menangis dan duduk dengan lesu, menghampiri batu hitam sambil meraba dan mengusap-usap ukiran nama mereka bertiga yang baru kemarin mereka ukir bersama di tengah derasnya hujan yang membasahi mereka bertiga. Lama juga baru ia menjawab pertanyaan Santi, Reno hanya menjawab dengan singkat. Katanya, Soni berada dekat mereka pada saat itu. Singkat namun tersirat suatu makna. Tetapi Santi belum juga mengerti maksud Reno. Reno pun berusaha menjelaskan pada Santi dengan berteteskan air mata kalau semalam waktu mereka pulang dari tempat itu, Soni tertabrak sebuah truk besar dan sempat dibawa ke rumah sakit namun hanya beberapa menit saja Soni kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Saat detik terakhir itu Soni sempat berpesan beberapa kata pada Reno untuk tetap menjaga dan mengabadikan persahabatan mereka walau tanpa dia, sebagai mana ikrar yang telah mereka ucapkan kemarin sore. Juga berpesan pada Santi utuk menulis pada buku terbitan berikutnya agar jalur ceritanya menceritakan mengenai kisah persahabatan mereka bertiga, Soni berkeinginan untuk memperlihatkan pada dunia kalau ternyata sahabat dan persahabatan itu ada dan kekal adanya. Itulah pesan terakhir Soni sebelum ia menutup mata pada dunia yang ia tinggalkan. Dan dua orang sahabat yang ia titipkan pada dunianya agar kelak masih diberi tempat di dalam buminya untuk tinggal lebih lama lagi menjalani hari-harinya uantuk suatu pembuktian persahabatan mereka.
Suasana seketika di perkebunan itu menjadi hening, Santi mendengar berita kematian Soni sahabatnya sangat terpukul dan shock, ia hanya mampu menangis tanpa bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengembalikan sahabatnya hadir di tengah-tengah mereka mewarnai hari indah seperti kemarin. Ternyata kebahagiaan yang kemarin itu merupakan kebersamaan terakhir mereka bertiga. Suatu ukiran nama yang ia tinggalkan untuk Santi dan Reno sungguh indah namun keindahan itu berakhir dengan tragis dan sangat singkat. Reno berusaha menenangkan Santi dan juga memberitahukan pada Santi kalau dia menghubungi HP Santi semalam tapi tak ada yang mengangkatnya. Santi pun tak terdengarnya karena semalam hujan sangat deras suatu penyesalan yang sangat membuatnya terpukul karena saat sahabatnya mengerang kesakitan, ia tak ada di sampingnya untuk mengurangi rasa sakitnya, bahkan sampai detik-detik terakhirnya pun ia tak melihat.
Reno dengan segera mengajak Santi untuk melihat jenazah Soni. Mereka bergegas dengan cepat dan melajukan mobil sangat kencang. Sesampai di tempat tujuan, mereka berdua langsung menghampiri jenazah Soni yang terbentang tak berdaya di ruang tengah tertutupi oleh kain putih. Santi yang melihatnya berteriak histeris melihat Soni sahabatnya tak lagi menyapanya, tak lagi memberikan senyuman padanya. Ia lalu menghampiri dan memeluk jenazah Soni. Ia sukar menerima kenyataan pahit itu. Terlalu cepat rasanya untuk Santi kehilangan Soni. Ia merasa Tuhan tak berlaku adil padanya dengan mengambil Soni tanpa memberikan waktu sedikit pun pada Santi untuk berkata sepatah kata pun sebelum Soni pergi meninggalkannya untuk selamanya. Selamat jalan Kawan. Selamat jalan Sahabat. Kepergianmu yang menorehkan luka membuat kami seakan tak merelakan kepergianmu, tapi apa boleh buat tak dapat pula kami membuatmu hidup kembali dan hadir bersama kami lagi. Terima kasih atas apa yang telah kamu berikan pada kami berdua selama ini. Walau ujudmu tak nampak lagi dihadapan kami tapi engkau akan selalu ada di hati kami,mendapat tempat yang banyak di hati kami, bayanganmu takkan pernah hilang, suara dan canda tawamu akan selalu terngiang di telinga kami berdua, dan takkan pernah pudar sampai kapanpun dan tak seorang punyang pantas mengantikan posisimu di kehidupan kami. Itulah kata-kata tangis pilu Santi melampiaskan kesedihannya atas kepergian Soni. Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu merasa sangat haru dan sedih. Reno hanya terdiam tak mampu mengeluarkan sepatah kata pada Soni. Ia hanya merangkul Santi untuk menenangkan agar bisa menerima kenyataan walau sangat pahit terasa. Tapi itu sudah takdir dan kehendak Tuhan. Siapapun tak dapat mengelak dari suatu takdir yang sudah ditetapkan oleh-Nya. Mereka berdua pun akhirnya bisa menerima dan merelakan kepergian Soni. Jenazah Soni pun dimakamkan di lereng bukit pegunungan teh tepatnya di dekat batu yang selalu mereka duduki saat menyaksikan sang mentari terbit dan terbenam di kala pagi dan senja. Soni sengaja berpesan pada Reno untuk dimakamkan di tempat itu agar ia tetap hadir bersama kedua sahabatnya walau ia tak berwujud.

********

Hari-hari pun Santi dan Reno lalui tanpa salah seorang sahabatnya, tetap menjalankan aktivitasnya duduk menyaksikan mentari, meratapi seakan melihat wajah Soni yang lagi tersenyum di balik mentari menyaksikan mereka berdua, memperlihatkan kalu ia sudah tenang di dunia keduanya. Tiap hari mereka membawakan sekuntum bunga yang ia letakkan di atas makam sahabatnya. Tak lupa juga mengucapkan selamat pagi dan selamat sore padanya.

********
3


W
aktu telah banyak berlalu. Sedikit demi sedikit mereka berdua mulai menampakkan senyuman pada wajahnya, memperlihatkan ketegaran pada dunia yang selalu menyaksikan mereka berdua. Hingga pada suatu hari Reno bertemu dengan seorang gadis yang selama ini ia impi-impikan. Velis, itulah nama gadis yang dicintai oleh Reno. Tapi satu kendala yang membuatnya tak berani berterus terang di hadapan Velis kalau ia mencintainya. Perlahan ia mulai menceritakan pada Santi mengenai perasaannya pada Velis. Santi pun mulai mengerti apa inti pembicaraan Reno. Tapi ia juga menertawainya karena kerisihannya untuk mengatakan cintanya pada Velis. Santi membuat suatu rencana yang disetujui oleh Reno. Ia menyuruh Reno untuk berpura-pura ingin bunuh diri jika cintanya ditolak oleh Velis. Sungguh rencana yang sangat menantang tetapi Reno tetap menerima karena ia merasa yakin kalau Velis juga mencintainya. Ia sangat yakin dengan hal itu, maka dari itulah Reno menerima tantangan Santi karena ia juga berfikir kalau Velis tak tega melihatnya mati di depan matanya. Tiba saat mereka berdua melakukan aksinya dan Renopun akhirnya mengutarakan isi hatinya pada Velis kalu ia sangat mencintainya. Velis sulit untuk menjawabnya. Dengan lantangnya Reno mengatakan kalau Velis menolak cintanya ia akan bunuh diri. Dan dari kejauhan sana Santi berdiri menyaksikan Reno dan Velis. Setelah hitungan ketiga Velis akhirnya mengeluarkan suara dengan satu jawaban “ya”. Artinya, Velis menerima cinta Reno karena sebenarnya ia pun mencintai Reno tapi ia merasa takut pada kakaknya yang selalu membatasi bergaulnya dengan pria. Ia merasa terkekang dengan sikap kakaknya yang terlalu menekan dirinya. Tetapi sebelum Velis menerima Reno sebagai teman hidupnya ia membuat kesepakatan kalau hubungan mereka jangan sampai ketahuan oleh kakaknya. Dan Reno pun setuju akan hal itu. Santi yang menyaksikan mereka berdua juga turut merasakan kebahagiaan Reno dan pergi meniggalkannya tanpa pamit pada Reno. Ia menuju ke perkebunan teh untuk menceritakan pada (makam) Soni kalau Reno lagi jatuh cinta pada seorang gadis yang bernama Velis dan mereka baru saja jadian. Santi hanya duduk seorang diri sambil menulis rangkaian cerita yang akan ia terbitkan pada edisi terbitan berikutnya yaitu mengenai kisah persahabatan mereka.
Setelah Reno mengantarkan Velis masuk ke rumahnya, ia mencari Santi di balik pohon yang terakhir kali ia tinggalkan tadi tapi tak ada lagi. Ia berfikir kalau Santi lagi kecewa padanya karena keasyikannya saat bersama Velis dan ia lupa kalau pada saat itu Santi juga ada tidak jauh dari tempat itu dan menyaksikan mereka berdua. Busyet, katanya. Ia segera pulang menuju rumah Santi. Pagarnya tertutup rapat, sunyi tak ada suara, menandakan kalau Santi tak ada di rumah. Ia langsung kepikiran dengan kebun the. Yah, Santi berada di kebun teh seperti biasanya kalau sudah sore. Dan alhasil a ia menemukan Santi lagi duduk dalam kesendiriannya menulis pada sebuah kertas putih. Ia berjalan perlahan menghampiri sahabatnya dengan perasaan yang was-was tskut kalau-kalau Santi marah karena ia kelamaan  bersama Velis dan tak memperdulikan sahabatnya yang sedari tadi menunggunya. Setelah sampai tepat di belakang Santi, Reno menutup matanya Santi, mencoba menghibur. Tapi Santi langsung menebak kalu orang yang menutup matanya dari belakang itu tak lain adalah Reno. Karena di tempat itu hanya mereka yang selalu datang di saat pagi dan sore hari. Tak ada orang lai kecuali tukang kebun yang nampak dari kejauhan sana. Reno meminta maaf atas kejadian tadi tapi sebaliknya Santi malah menertawakannya, ia melihat Reno merasa begitu bersalah dengan kejadian tadi yang terjadi di depan rumah Velis. Santi hanya mengatakan pada Reno kalau ia bahagia bersama Velis, Santi juga turut bahagia. Reno yang mendengar jawaban Santi merasa sangat senang karena ternyata Santi tidak marah malah ia orang yang sangat pengertian.
Hari bahagia mulai lagi ia temukan  seiring dengan berjalannya waktu yang terus bergulir dalam menikmati indahnya kebersamaan diantara mereka. Reno yang sibuk dengan pacar barunya dan Santi yang semakin asyik dengan pena dan kertas putihnya merangkai suatu cerita yang akan ia muat dalam bukunya walaupun ia merasa kalau waktu Reno lebih banyak terluangkan untuk Velis daripada dirinya. Tapi tak mengapalah namanya juga orang jatuh cinta, bukankah dalam persahabatan itu tak boleh menampakkan keegoan? Itulah salah satu pesan almarhum sahabatnya, Soni yang akan selalu ia ingat dan berusaha menjalankannya.

********
4


S
etelah dua bulan berlalu, Santi mulai merasakan keanehan terhadap dirinya sendiri, hatinya selalu risau dan kesal ketika melihat dirinya sendiri, hatinya selalu risau dan kesal ketika melihat Reno dan Velis berduaan. Ada apa di balik semua ini adakah perasaan cinta? Oh Tuhan mengapa ini terjadi padaku? Reno hanya seorang sahabat bagiku tak lebih dari itu. bisiknya dalam hati. Santi termenung dalam kesendiriannya ia memikirkan dan mengintrospeksi dirinya sambil mengingat-ingat masa yang silam saat bersama Rene, suka dan duka mereka hadapi bersama. Mungkinkah kebersamaan itu yang menimbulkan perasaan cintanya pada Reno? Tapi sejak kapan perasaan itu hadir di hatinya? Yah, itulah cinta yang bisa datang begitu saja tanpa diundang namun setelah cinta itu terpikat di hati setiap insan sangatlah sulit terasa untuk melepaskannya. Karena keakraban dan kebersamaan yang mengundang cinta itu.
Santi yang sedari tadi termenung larut dalam khalayannya tersentak oleh kedatangan Reno yang langsung saja memukul pundaknya dari belakang. Tapi kali ini Reno datang sendiri tanpa ditemani oleh Velis. Reno hanya mengatakan kalau Velis lagi sibuk mempersiapkan acara ulang tahunnya yang akan diadakan besok malam dan Santi pun diundang dalam pesta itu. Reno meminta tolong pada Santi untuk menemaninya membeli kado sebagai hadiah dan tanda sayangnya pada Velis yaitu berupa cincin, Reno ingin mengumumkan pada semua orang yang hadir di pesta itu kalau ia mencintai dan ingin menikahi Velis. Santi yang mendengar Reno mengatakan demikian diam tersungkur meneteskan air mata yang membuat Reno tercengang heran melihat reaksi Santi yang agak aneh dan berbeda dari hari-hari sebelumnya. Tapi Santi berusaha mengalihkan suasana dan menyembunyikan apa yang ia rasakan sebenarnya. Ia brusaha memendam perasaan cintanya pada Reno demi persahabatan mereka juga demi ikrar yang telah ia ucapkan bersama ketika Soni masih hidup yaitu sampai kapan pun mereka akan mengabadikan persahabatan mereka dan saling menjaga sebagai seorang sahabat bukan sebagai seorang kekasih. Ia mulai berusaha menampakkan seulas senyuman dan langsung menarik tangan Reno berlari keluar rumah untuk pergi ke salah satu toko perhiasan emas. Riuh canda pun mulai terdengar lagi diantara mereka. Santi tak ingin menampakkan egonya pada sahabatnya. Ia bahagia jika Reno pun bahagia bersama Velis, orang yang sangat Reno cintai dan ia tak ingin menjadi penghalang diantara mereka. Biarlah memendam perasaan cintanya pada Reno walau sangat sulit untuk menjalani itu semua. Ia pun tersadar kalau cinta itu tak selamanya harus saling memiliki. Itulah kata yang selalu terbesit dalam benaknya sebagai obat hatinya. Tapi ia bangga dan senang bisa hadir dalam kehidupan dan mendapat tempat di hati Reno walau sebagai sahabat.
Tak lama mereka memilih cincin akhirnya ketemu juga yang cocok untuk Velis. Mereka pun meninggalkan toko itu dan melajukan mobil menuju ke bukit perkebunan teh tepatnya dimana Soni dimakamkan. Mereka menaburkan bunga di atas makam sahabatnya sambl menceritakan kalau besok malam Reno akan bertunangan dengan Velis. Mereka berbicara seolah-olah Soni di depannya. Santi yang sedari tadi terdiam mendengar Reno berbicara tak sadar meneteskan air mata. Ia teringat kenangan manis masa yang telah silam ketika Soni hadir bersama mereka. Santi takut kalau saja waktu Reno akan lebih banyak tercurahkan untuk Velis daripada dirinya jika sudah menikah nanti. Akan pada siapa lagi ia berbagi dan mengadu sedangkan Soni yang selalu menghiburnya dan mengisi hari-harinya. Dikala Reno tak ada, telah pergi lebih dahulu meninggalkan mereka. Akankah semuanya ia lewati dengan kesendiriannya tanpa seseorang  yang menemaninya? Oh, tidak Tuhan. Dunia terasa gelap jika harus dilewati dengan kesendirian tanpa ada yang menemani, tanpa ada suara yang selalu mengusik keheningan. Tapi biarlah waktu yang mengatur semuanya, yang akan memberikan suatu arah kemana ia akan melangkah.
Waktu terus bergulir mengantarkan pada malam acara pesta ulang tahun Velis. Semua bergerak gembira meramaikan suasana pesta di malam itu, lampu yang kelap-kelip dengan rona warna yang begitu rupa serta alunan musik yang berdendang sendu mengalun indah mengusik pendengaran. Orang-orang yang berdatangan di tempat itu semua merasa bahagia termasuk Reno yang selalu tersenyum disamping Velis.
Lama juga Reno bercerita pada Velis dan tamu yang lain sehingga ia tak sadar akan kehadiran Santi yang sedari tadi memperhatikan dirinya. Santi tak ingin mengganggu kesenangan sahabatnya. Akhirnya, ia pun mencari hiburan dan bergabung dengan orang lain yang ia sendiri tak mengenal dengan siapa ia bergabung.
Acara yang sebentar lagi akan di mulai dan para undangan diharapkan berkumpul, semua tamu pun melangkah ke sumber suara untuk menyaksikan berlangsungnya acara pada malam itu. Reno yang menjadi juru bicara pada malam itu menuju ke panggung untuk mengumumkan pada semua orang yang hadir kalau ia mencintai Velis dan ingin melamarnya. Tapi belum sempat ia mengutarakan itu semua langkahnya terhenti, teringat dengan Santi yang sedari tadi tak nampak. Reno pun memperhatikan semua orang yang hadir. Di pandanginya satu per satu barangkali saja Santi sudah ada di tengah kerumunan para tamu itu. Velis yang menyaksikan tingkah Reno yang kebingungan segera menghampirinya dan memberitahukannya kalau semua orang memperhatikan dirinya. Seketika itupun Reno melanjutkan langkahnya menuju panggung dan mulai mengutarakan maksudnya kalau ia ingin mengikat Velis dengan sebuah cincin. Semua tamu pun bersorak riuh dengan tepukan tangan. Ketika Reno berjalan turun dari panggung ingin memasangkan cincin pada jari Velis, seketika melihat bayangan Santi di balik cahaya remang-remang di kejauhan sana yang ternyata sedari tadi menyaksikan dirinya berbicara di panggung. Reno tak banyak lagi membuang waktunya. Ia segara berlari menghampiri Santi dan hanya berlalu disamping Velis yang membuat semua orang tercengang keheranan melihat tingkah Reno terutama Velis. Bukankah cincin itu untuk dirinya, tapi mengapa Reno hanya berlalu begitu saja di depan Velis? Berbagai bentuk pertanyaan timbul di benak Velis.
Semua pandangan para tamu tertuju pada Reno yang terus berlari ke arah Santi. Santi yang tahu kalau Reno berlari ingin menghampirinya, segera bergegas meninggalkan tempat itu. Ia berlari keluar dan Reno pun terus mengejarnya dan berteriak memanggil namanya tapi Santi tak memperdulikan teriakan Reno. Ia terus saja berlari sampai pada akhirnya bruuuk…. Santi tertabrak oleh sebuah mobil. Reno seketika menghentikan langkahnya. Ia melihat Santi terkapar tak berdaya berlumuran darah. Ia segera menghampiri tubuh Santi yang tergeletak di tengah jalan dan berteriak histeris memanggilnya. Sopir mobil yang menabrak Santi itu segera membantu Reno mengangkat tubuh Santi yang tak sadarkan diri lagi menuju ke rumah sakit. Reno yang tak dapat lagi membendung air matanya melihat keadaan Santi yang badannya berlumuran darah. Ia teringat pada Soni yang meninggal karena tertabrak mobil. Reno merasa takut kalau saja kejadian yang menimpa Soni juga terjadi pada Santi.sudah cukup baginya kehilangan Soni, ia tak ingin kehilangan satu orang lagi. Jangan Kau renggut satu nyawa lagi dari kawanku Tuhan kumohon, pintanya disela tangisnya.
Tak terasa perjalanan akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Tepatnya di depan rumah sakit dr. Budiarsono dimana dulu tempat Soni menghembuskan nafas terakhirnya. Tubuh Santi pun segera diangkat dan dibawa masuk ke ruang UGD. Reno yang berdiri kebingungan tak habis fikir mengapa kejadian pada malam itu hampir sama dengan kejadian yang dialami oleh Soni beberapa waktu yang silam. Reno duduk di atas bangku panjang sambil merenungi kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu di pesta Velis, mengenai tingkah Santi yang aneh. Ia tak bergabung dengan tamu yang lain untuk menyaksikan berjalannya acara di pesta itu. mengapa Santi hanya berdiri di kejauhan untuk menyaksikan acara itu? Lamunan Reno seketika tersentak oleh suara sopir mobil tadi yang menyebut nama Velis ketika ia berbicara dengan seseorang diHPnya. Apakah orang yang diajak berbicara itu Velis atau ia hanya salah dengar? Pikirnya dalam benaknya. Reno akhirnya mulai bicara pada orang itu dan juga menanyakan nama siapa ia yang sebut barusan. Yah, tak salah lagi yang diajak bicara barusan itu adalah Velis dan orang itu sendiri tak lain adalah kakak Velis, Mas Ebit. Tak sempat Reno berbicara banyak, tiba-tiba dokter keluar dari ruangan dan menyapa Reno mengenai kondisi Santi yang keadaannya sangat parah dan akansegera dioperasi. Tapi sebelumnya dokter meminta pda Reno untuk menyelesaikan administrasi rumah sakit. Belum sempat Reno mengeluarkan kata-kata pada dokter, Ebit yang langsung memotong pembicaraan dan berkata kalau soal biaya rumah sakit dia akan menanggung semuanya. Nampaknya Ebit mulai ketakutan saat mendengarkan keadaan Santi sangat parah, ia takut dan merasa segan pada Reno yang setiap kali menatapnya dengan wajah penuh amarah. Tapi Reno menahan emosinya karena masih menghargai Ebit sebagai kakak Velis. Andai bukan Velis, dari tadi ia ingin menonjok wajahnya dan menggiringnya ke kantor polisi.
Reno yang duduk sendiri di bangku panjang menunggu operasi Santi selesai. Reno hanya bisa bersedih dan berdoa pada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan Santi. Dan berguman seribu maaf  pada Soni yang tak bisa menjaga Santi padahal ia telah berjanji akan hal itu. Tapi ia lalai dari janjinya karena dibutakan oleh perasaan cintanya pada Velis. Reno menyadari kalau selama ini waktunya lebih banyak terluangkan untuk Velis dari pada Santi yang sedari dulu menjadi teman, sahabat, dan saudaranya. Tapi mengapa ia tak sadar akan hal itu? ternyata seorang gadis mampu merusak hubungan mereka berdua. Reno merenungkan dan akhirnya tersadar kalau selama ini dia kurang memperhatikan Santi, tidak memahami perasaannya dan apa yang Santi butuhkan. Sementara Santi sendiri selalu memperhatikan dirinya. Oh Tuhan, alangkah tololnya aku yang selalu menyia-nyiakan seorang teman seperti Santi. Berilah ia kesembuhan agar aku dapat membalas jasa-jasanya selama ini. Cetusnya dalam hati.
Satu jam telah berlalu dan dokter akhirnya keluar juga dari ruang opersi. Reno segera berdiri dan menghampiri dokter untuk mengatakan kalau dalam dua jam lagi Santi akan siuman dan keadaannya saat ini masih koma. Tapi dokter mempersilahkan Reno untuk masuk ke ruangan menemani Santi tapi dengan syarat Santi tidak boleh diganggu. Reno pun langsung bergegas menghampiri Santi dan duduk ditepi pembaringan sambil menatapnya dan meminta maaf. Tak sadar ia meneteskan air mata. Ia tak sanggup melihat keadaan sahabatnya terbujur diam membisu tak memberikan seulas senyuman. Reno menggenggam tangan Santi dan mengenang masa-masa indah saat mereka bersama dulu. Di saat Velis belum hadir dalam kehidupan mereka berdua. Di sana ada keceriaan, kebahagiaan, riuh canda tawa yang selalu terdengar. Tapi semua itu lenyap seketika ketika Velis hadir dalam kehidupannya. Ternyata selama ini Velis berhasil merenggut sebagian kebahahagiaan Reno dan Santi. Velis menjadi jurang pemisah antara mereka. Reno pun sangat kecewa dengan Velis karena di saat-saat ia membutuhkan hiburan dan dukungan dari seseorang, Velis sebagai kekasihnya tak ada disampingnya untuk memberikan semangat untuk tetap tegar menghadapi cobaan itu.

********
5


R
eno teringat dengan cincin yang berada di sakunya dimana tadinya cincin itu ingin ia berikan pada Velis di pesta ulang tahunnya sebagai tanda cintanya. Tapi ia berubah pikiran. Ternyata selama ini ia salah memilih Velis bukanlah gadis yang selama ini ia idam-idamkan karena ia tak dapat mengerti dan memahami Reno. Velis jarang ada saat Reno membutuhkan seorang teman. Justru yang selalu ada adalah Santi, sahabatnya. Tapi Reno tak pernah sadar akan hal itu. Pandangan Reno sangat sempit akan hal itu. Ia sadar kalau ia tak pandai menangkap suasana yang terjadi pada dirinya selama ini. Santi yang semakin hari semakin besar pula perhatiannya pada Reno. Tapi Reno malah sebaliknya, ia bahkan lebih banyak mencurahkan perhatian dan waktunya hanya untuk Velis, gadis yang selama ini ia anggap baik ternyata hanya omongan semata. Cincin yang tadinya ingin diberikan pada Velis ia pasangkan di jari manis Santi, karena menurutnya hanya Santilah satu-satunya orang yang mampu memahaminya danmengerti dirinya. Reno memutuskan hubungannya dengan Velis dan berpaling pada Santi, sahabatnya sendiri. Mengapa juga ia mesti repot mencari gadis yang jauh padahal orang yang ia cari sudah nampak di depan mata. Peristiwa malam itu membuatnya tersadar akan kenyataan yang sesungguhnya. Mulai detik itu ia berjanji kalau ia akan lebih banyak meluangkan waktunya untuk Santi. Ia akan menjaga dan lebih memperhatikan Santi. Santi yang selama ini ia anggap sebagai sahabatnya, kini ia anggap sebagai orang yang nantinya akan menjadi pendamping hidupnya. Tak ada salahnya kalau sahabat dijadikan pasangan hidup yang kelak akan melahirkan anak-anaknya.
Reno yang sedari tadi meggenggam tangan Santi kaget melihat Santi menggerak-gerakkan tangannya padahal kata dokter, Santi akan tersadar dalam waktu dua jam lagi. Tapi belum sampai dua jam Santi sudah siuman. Reno tersenyum pada Santi dan segera memanggil dokter dan memberitahukan kalau Santi sudah sadar. Dokter yang mendengar kabar Santi sudah yang sudah siuman dari Reno juga terkejut karena tak menyangka pasiennya akan siuman lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. Reno dan dokter yang menangani Santi segera bergegas menuju ruangan dimana Santi terbaring. Perlahan Santi membuka matanya dan yang dilihatnya hanya dokter yang memeriksa keadaannya. Seketika itu pula Reno muncul di belakang dokter dan berjalan menuju ke tepi pembaringan seraya meminta maaf pada Sabti atas keegoannya selama ini yang tak pernah memperhatikan sahabatnya. Santi yang seakan-akan ingin mengeluarkan suara dan berkata pada Reno tiba-tiba merasa sesak, nafasnya tersengal-sengal namun ia sempat berpesa pada Reno untuk melanjutkan kisah cerita persahabatan mereka yang belum sempat ia selesaikan. Itulah pesan terakhirnya sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Santi pun berhenti bicara dan menutup matanya pada dunia dan pada seorang sahabat yang ia tinggalkan. Reno yang melihat Santi tak lagi berkutik berusaha membangunkannya dengan megguncang-guncangkan tubuh Santi dan menyuruhnya bangun untuk melanjutkan pembicaraan yang terputus. Tapi dokter segera menenangkan Reno dan menggelengkan kepalanya yang artinya Santi sudah tiada. Ia telah pergi meninggalkan dirinya dan semua apa yang ia miliki. Reno shock berat mendengar perkataan dokter. Sangat berat rasanya untuk kehikangan seorang sahabat lagi dalam hidupnya. Reno teringat dengan Ebit, kakaknya Velis. Ia menyalahkan Ebit sepenuhnya atas kematian Santi. Ia pun berlari keluar ruangan untuk mencari dimana keberadaan Ebit. Ia ingin menghajar dan membunuhnya, karena gara-gara Ebit menabrak Santi semua ini terjadi, pikirnya tanpa terkendali. Alhasil Reno menemukan Ebit berdiri tak jauh dari ruangan Santi bersama dengan seorang gadis. Tak salah lagi, gadis itu adalah Velis. Tapi ia tak peduli lagi dengan Velis karena gara-gara dia juga hubungan Reno dan Santi jadi renggang. Velis telah berhasil membutakan Reno. Reno yang berjalan dengan wajahnya yang merah karena amarahnya pada Ebit sudah sangat memuncak dan tanpa berkata-kata lagi ia langsung memukul wajah Ebit sampai berdarah. Ebit tak dapat melakukan perlawanan karena Reno sudah sangat membabi buta. Velis yang melihat kejadian itu hanya mampu berteriak minta tolong dan satpam pun berlari dan meleraikan pertengkaran itu. Reno yang masih berwajah sinis dan penuh tatapan dendam itu seakan-akan belum merasa puas sebelum ia membunuh Ebit. Tapi dokter menenangkan dan menasehatinya kalau kematian itu suadah merupakan takdir dari Yang Maha Kuasa. Reno yang mendengar perkataan dokter merasa sedikit tenang dan bisa menerima walau kenyataan itu sangat pahit untuk ia terima. Velis yang juga berada berdiri di tempat itu tak mengeluarkan suara dan tak berani menatap mata Reno. Ia hanya menolong kakaknya yang jatuh tersungkur di lantai dan menopangnya pergi dari  tempat itu.
Jenazah Santi pun segera dimakamkan. Reno menyediakan tempat pemakaman Santi disamping makam Soni. Ia tak ingin memisahkan sahabatnya walaupun dalam keadaan tak bernyawa. Setelah kembali dari pemakaman, Reno tak langsung pulang ke rumahnya tapi ia menyempatkan diri untuk pergi ke rumah Santi mengambil buku yang ditulis oleh Santi yang belum sempat ia selesaikan. Ia pun menemukannya dan membacanya dari awal. Di tengah asyiknya membaca kadang ia tertawa dalam tangisnya dan menangis dalam kesedihannya membaca dan merenungi masa-masa yang telah silam saat kedua sahabatnya masih disampingnya. Tapi kini, mereka telah tiada. Soni dan Santi telah lebih dahulu pergi meniggalkan dirinya. Kematian kedua sahabatnya sangat tragis dan hampir sama kejadiannya. Dia menganggap dirinya kalau dia itu adalah sahabat pembawa sial dan tak tahu membalas budi baik sahabatnya. Dia bukan teman yang baik bagi Soni dan Santi, pikirnya. Lembar demi lembar ia baca sampai pada akhirnya ia terfokus pada suatu titik. Ia terkejut membaca tulisan Santi yang mengutarakan perasaan cintanya pada dirinya, tapi Santi berusaha menyembunyikan perasaan yang ia rasakan pada Reno karena tak ingin menjadi penghalang antara Reno dan Velis. Reno pun akhirnya mengerti dan dapat memahami sikap Santi yang terkadang aneh. Ternyata itu semua karena Santi merasa cemburu ketika Reno menyebut nama Velis di depannya. Begitu pula pada pesta ulang tahun Velis. Santi tak nampak bergabung dengan tamu yang lain karena ia merasa tak merelakan dan tak sanggup menyaksikan pertunangan Reno dan Velis. Itulah sebabnya mengapa Santi berlari meniggalkan tempat itu ketika Reno mengejarnya. Ia takut dan khawatir kalau Reno mengetahui perasaannya yang sebenarnya akan menghalangi hubungan mereka berdua. Santi sangat menjaga perasaan Reno, tapi pernahkah Reno menghargai dan memahami perasaan Santi? Ya, pernah tetapi terlambat ia menyadari hal itu karena Santi telah tiada. Kemauannya untuk menikahi Santi kini tinggal harapan namun harapan itu takkan pernah tercapai. Impian tinggallah impian. Semua telah pupus terkubur sejak detik terakhir nafas Santi.
Reno bangkit dari duduknya untuk mencari sebuah pena untuk melanjutkan kisahnya dalam buku itu. Ia mengatakan kalau cinta Santi padanya terbalas walau tak sempat ia utarakan pada Santi tapi cintanya tulus dan abadi. Santi merupakan cinta terakhirnya. Santi adalah seorang sahabat, saudara, dan kekasih bagi dirinya. Hanya satu hal yang membuatnya menyesal yaitu ia terlambat menyadari semua itu. Nasi sudah jadi bubur tak mungkin jadi nasi lagi.
Reno menyadari ternyata keberadaan seseorang itu akan terasa sangat berarti dan dibutuhkan ketika orang itu tak ada lagi disamping kita. Reno akhirnya berhasil menyelesaikan tulisan itu dan segera menerbitkannya. Setelah buku itu berhasil diterbitkan dan menyebar ke segala penjuru kota di daerah itu, Reno pun telah tiada. Ternyata Reno telah menulis pada akhir buku kalau setelah ia menerbitkan buku itu, ia akan pergi menyusul kedua sahabatnya di dunia keduanya. Reno menenggelamkan dirinya disebuah danau yang letaknya tak jauh dari perkebunan teh yang merupakan tempat pertemuannya dengan kedua sahabatnya yaitu Soni dan Santi ketika mereka masih hidup dulu.

********

6


R
eno merasa tak mempunyai warna kehidupan lagi setelah kedua sahabatnya telah tiada. Ia pun selalu teringat oleh ikrarnya untuk saling menjaga, setia, sehidup semati. Akhirnya ia memutuskan untuk bunuh diri, mati bersama kedua sahabatnya. Jika hidup bersama matipun harus bersama. Setelah para pembaca buku itu selesai membacanya maka segera berbondong-bondong mencari letak danau tuk datang langsung menyaksikan apakah betul Reno yang dikisahkan pada buku itu betul melakukan bunuh diri atau hanya sekedar cerita belaka. Setelah menemukan tempat dimana danau itu berada, semua orang tercengang menyaksikan peristiwa nyata itu. dan salah seorang menelpon polisi kalau di danau itu ada mayat mengapung. Petugas pun tak lama kemudian datang dan memeriksa mayat Reno. Apakah betul Reno meninggal karena dibunuh atau bunuh diri? Ternyata betul, Reno meninggal karena bunuh diri. Pada badannya tak ditemukan ada tanda-tanda kalau ia dibunuh, juga buku yang ia tulis menjadi bahan bukti karena dalam buku tersebut memang tertulis pernyataan kalau ia akan menyusul kedua sahabatnya setelah buku itu diterbitkan dan tertulis lengkap dengan tanggal kejadiannya. Mayat Reno pun segera dimakamkan disamping makam kedua sahabatnya sebagaimana yang tertera dalam bukunya. Orang-orang yang telah membaca dan sebagian menyaksikan kejadian itu secara langsung, merasa haru melihat kisah nyata tiga orang sahabat yang ingin memperlihatkan pada dunia kalau sahabat dan persahabatan itu ada. Meskipun ketiganya meninggal dalam keadaan yang tragis tapi mereka mampu membuktikan kata-kata ikrarnya yang akan sehidup semati selamanya. Persahabatan dan cinta kasih itu akhirnya muncul kembali di permukaan bumi. Walau berakhir dengan kematian tapi mereka berhasil menghidupkan dunia dengan buku terakhir yang mereka tulis sebelum pergi tuk selamanya. Mereka menitipkan satu pesan pada dunia yang mengatakan bahwa sahabat itu ada dan kehadirannya setiap detik itu sangat berarti, jadi hargailah dia. Masyarakat dari luar kotayang membaca kisah mereka datang menaburkan bunga di atas makamnya dan juga langsung menyaksikan batu hitam yang terdapat ukiran nama mereka yang berbingkai hati.
Suasana perkebunan teh seketika ramai karena sering kedatangan orang-orang asing yang ingin menaburkan bunga pada makam Soni, Santi, dan Reno yang telah menggugah hati masyarakat mengenai kisah persahabatan mereka dan pesannya tertera pada buku yang ia tinggalkan buat para pembaca. Selamat jalan kawan, selamat jalan sahabat, kematianmu telah menghidupkan hati nurani kami untuk lebih memahami betapa berartinya sahabat dan persahabatan itu untuk setiap detik. Kalian bertiga berhasil melahirkan generasi sahabat-sahabat baru dalam masa mendatang.

********
Share this article :

TULISAN TERPOPULER



 
Redaksi : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE - All Rights Reserved