Home » » DRAMATISASI KORBAN BANJIR

DRAMATISASI KORBAN BANJIR

Written By MUHAMMADIYAH BONE on Rabu, 15 Mei 2013 | 16.36

Penanganan Korban Banjir Mengedepankan Formalitas dan Festivalisasi Kepedulian
* Anwar Marjan

Penanganan korban bencana banjir atau tepatnya korban luapan air bah yang ada di Jalan Yosudarso Kelurahan Ta Kecamatan Tanete Riattang terkesan mengedepankan formalitas dan festivalisasi kepedulian. Niat baik pemerintah untuk menunjukan kepedulian dengan memberikan bantuan tidak terasa begitu bermanfaat oleh korban.

Pemberian bantuan  'didramatisasi' sehingga terkesan korban  menderita sekali, sehingga harus diberikan beras dengan kualitas beras miskin, mie instan, kecap, saus, sabun pembalut wanita, oralit, kantong plastik pasta gigi, sabun.

Untuk mendapatkan bantuan ala korban banjir itu, korban didata berulang kali, lalu dimobilisasi untuk berkumpul dalam tenda di Posko bencana, yang sumpek dan panas dan menunggu berjam-jam untuk dapat bantuan, akibatnya bantuan itu tidak dirasa meringankan beban, justru menambah, sebab setelah terbebas dibawa tenda panas itu banyak korban mengeluhkan pusing dan sakit kepala.

Kalau memang mau membantu, kenapa bantuan itu tidak diserahkan langsung kerumah korban masing-masing, sekaligus Bupati dan jajaran serta unsur Muspida bisa melihat langsung kondisi korban banjir, toh korban hanya 40 kepala keluarga saja. Atau kalau memang korban  mau dikumpulkan dan diberikan pengarahan, kenapa tidak dikumpul di aula polres Bone, biar tempatnya sedikit layak.

Sebenarnya korban tetap berterima kasih dengan bantuan,  tapi jujur barang-barang seperti itu sangat mudah didapatkan, karena kemampuan daya beli korban masih memungkinkan membeli barang seperti, selain itu mie instan, softex sikat gigi dan lainya itu dengan mudah didapatkan dikios yang ada disekitar lokasi banjir.
Yang dibutuhkan korban sebenarnya:

Pertama: Rasa aman. Hingga saat ini korban masih trauma dengan luapan air. Berdasarkan analisa sementara warga penyebab utama luapan air karena pintu air di Jalan Sambaloge baru dan Jln Pramuka dibuka lebar, sehingga air bah tertumpah ke pemukiman warga di Jlan Yosdarso.

Pemerintah seharusnya memberikan jaminan rasa aman kepada korban dan warga lainya dengan menempatkan petugas dipintu air 24 jam untuk beberapa waktu kedepan sampai cuaca kembali normal. Selanjutnya tenaga tekhnis yang ada dikerahkan untuk membersihkan saluran drainase yang diperkirakan tersumbat yang menyebabkan air meluap. Berikutnya instansi terkait mengeluarkan telaah (prediksi penyabab air meluap) dan solusinya. Dan jika tidak membutuhkan dana yang terlalu besar maka bisa dianggarkan dalam anggaran perubahan dan dikerjakan dalam waktu dekat ini.

Kedua: yang dibutuhkan korban adalah penanganan kesehatan, baik korban maupun lingkungan. Pejabat terkait kelihatannya telah melaporkan kepada bupati kalau tenaga kesehatan disiapkan diposko penangulangan bencana. Tapi yang terjadi tenaga kesehatan tidak jelas batang hidungnya, kalaupun ada yang diberikan hanya oralit saja. Padahal korban banyak yang mengeluh pusing, ada anak balita yang muntaber dan lainnya. Sementara pemukiman yang sempat tergenang air dikhwatirkan akan menjadi penyebab berkembang biaknya nyamuk penyebab penyakit DBD, jadi seharusnya dilakukan fogging.

Ketiga: Kebutuhan yang sifatnya mendesak, misalnya beras atau kebutuhan lain, tapi tentu kebutuhan tiap rumah tangga akan berbeda-beda, sehingga akan lebih tepat jika bantuan diberikan dalam bentuk uang saja. Mohon jangan disamakan jika terjadi Banjir di Uloe dan sekitarnya, disana memamg seharusnya  diberikan makan yang siap saji karena korban tidak punya akses untuk mendapatkan kebutuhan dengan muda.

Itulah perlunya semua level pemerintahan, punya pradigma berpikir yang profesional dan proporsional, serta standar pelayanan yang jelas.
Share this article :

TULISAN TERPOPULER



 
Redaksi : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. MUHAMMADIYAH KABUPATEN BONE - All Rights Reserved