Abdul Rahman, AR**
IMM sebagai organisasi kemahasiswaan
”Manusia menjadi ideal dengan mencari
Serta memperjuangkan ummat manusia,
dan dengan demikian dia menemukan Tuhan”.
(Dr. Ali Syari’ati)
Fenomena Organisasi kemahasiswaan dewasa ini, masih banyak dilanda berbagai macam persealan. Diantaranya karakter primordialisme sektarian yang mematikan komunikasi dan menghadirkan tindak represif. Kelemahan intelektual semakin nyata melahirkan kebuntuan nalar serta cara baca yang jauh dari realitas. organisasi kemahasiswa masih berada dalam kotak pemikiran yang ”sempit” dan ”tertutup”. Kebekuaan pemikiran masih menjadi ”teman sejati” yang menghasilkan kemunafikan dan kebusukan diantara satu sama lainnya. Pola pikir yang membeku inilah yang sering menyebabkan elit-elit mahasiswa berlaku seperti ”preman” yang beriman kepada kekerasan dalam setiap penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Dalam kondisi kronis seperti ini IMM sebagai gerakan kemahasiswaan atau gerakan intelektual harus tetap berada dalam garda depan pembaharuan pemikiran yang memberikan pencerahan bagi mahasiswa. gerakan intelektual harus menjadi ciri dan karakter yang melekat dalam tubuh Ikatan dan kelembagaan IMM. Untuk itulah dibutuhkan suatu gerakan baru dan strategi baru dalam melakoni gerakan Intelektual...
IMM harus tampil dan menancapkan suatu gagasan perubahan bahwa organisasi IMM yang bergerak di tingkat mahasiswa diperuntukkan untuk memberikan kesadaran secara intelektual dan akademis serta pembentukan integritas bagi kader-kadernya. Salah satu alasan pembentukan IMM adalah untuk menciptakan daya kritis dan karakter seorang pejuang yang beriman kepada kebenaran dan keberpihakannya kepada nilai-nilai idealisme tanpa batas. Nilai idealisme tersebut didapatkan melalui perenungan yang mendalam secara sadar dan berkesinambungan (Qs. 3:190). Kesinambungan perjuangan itulah yang kelak membentuk jiwa-jiwa manusia yang melaksanakan ritualisasi gerakan keberpihakan pada kebenaran, keadilan dan nilai kemanusiaan serta nilai keTuhanan.
IMM, pada intinya sudah menjadi suatu keharusan mengambil bagian dari fungsi sosial sebagai pemain dari peradaban profetik ditingkat mahasiswa. pada tataran idealnya IMM harus menjadi ruang yang sejuk dan penawar segala penyakit yang melanda mahasiswa ditingkat kampus serta menjadi pelopor utama dalam mendorong gerakan kemahasiswaan disegala levelnya. Tentu hal ini bisa diperankan dengan baik kalau kader-kader IMM dan para dedengkot-dedengkotnya memahami paradigma IMM dalam bergerak serta mengambil peran strategis ditubuh ikatan. Paradigma gerakan IMM yang saya dimaksud disini adalah trilogi gerakan IMM. Yakni, gerakan intelektualitas, humanitas dan spritualitas. trilogi gerakan tersebut menuju pada muara gerakan pencapaian profil kader yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan kompetensi dasar humanitas. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Hal tersebut bisa tercapai kalau Trilogi gerakan ini berjalan seimbang dan beriringan dalam sebuah pengawalan kepemimpinan yang kuat dan utuh.
Oleh karena itu pendidikan perkaderan seharusnya dirumuskan dalam kerangka mewujudkan kader cerdas yang berkarakter. Bung Hatta menyampaikan bahwa pendidikan bukan sekedar mencerdaskan. Mengantarkan seseorang menjadi cerdas adalah mudah, tapi membentuk kepribadian yang berkarakter teramat susah. Terlebih bila karakter yang ingin dibentuk memiliki penguasaan atas paradigma yang dibangun berdasar pada: spiritualitas, intelektualitas dan Humanitas. Tiga dasar ini bukanlah sesuatu yang terpisah atau salah satu lebih unggul dari lainnya. Ia adalah kesatuan utuh karakter kader. Empat deklarasi (Deklarasi Kota Barat -Solo, Deklarasi Garut, Deklarasi Baiturrahman -Semarang serta Deklarasi dan Manifesto Kader Progresif -Malang) yang selama ini berulang kali di tulis, di bahas dan didengungkan tak kunjung pula menjadi sebuah gerakan. Ternyata kader Ikatan memang teramat cerdas merumuskan banyak hal, tapi kurang berkarakter dan menggigit dalam melakukan tindakan. Seperti anak "sekolahan terkenal" yang kemudian menjadi "ulama" yang setiap ucapannya dibenarkan hanya karena dekat dengan lingkaran kekuasaan, yang kesehariannya bersentuhan dengan kertas yang dingin, berani menyatakan dirinya telah dan akan membawa perubahan
Kader-Aktivis merupakan terminologi anggota IMM yang ideal. Sebagai kader ia bukan sekedar anggota, melainkan memahami visi dan tujuan Ikatan, dengan penuh kesadaran memilih IMM sebagai wadah perjuangan gerakan. Sebagai kader, ia mestilah memiliki penguasaan dan wawasan atas Islam selaku agama dan Muhammadiyah sebagai gerakan, serta berkapasitas intelektual dalam arti yang luas. Sebagai aktivis, ia memiliki penguasaan sebagai intelektual gerakan dengan anti-kapitalisme dan anti-neoimperialisme sebagai paradigma. Ia pula, memiliki seperangkat kompetensi sebagai aktivis gerakan dengan kemampuan praksis lapangan. Tidak semua anggota IMM adalah kader. Tidak semua kader adalah aktivis, sebagaimana tidak semua aktivis di dalam IMM bervisi kader. Masa depan IMM berada di tangan kader-aktivis.
Karakter kader-aktivis dapat terbentuk dengan perumusan tafsiran baru atas spiritualitas, intelektualitas dan humanitas. Kebutuhan identitas-karakter atas tiga pondasi tersebut mensyaratkan adanya kepaduan ideologis dan simbolis. Spiritualitas, mengacu pada pemikiran Fazlur Rahman mengenai pentingnya Islam dipahami secara utuh, bukan parsial, untuk kemudian menjadi basis ontologis dalam bertindak. Hal ini merupakan bentuk perlawanan atas logika positivis yang mengantarkan abad 20 pada kondisi unsecurity ontological. Dari Sayyid Qutb kita belajar bahwa, "pemahaman atas agama ini tak boleh diambil dari orang-orang yang tak berjuang, yang hanya berinteraksi dengan kertas-kertas dingin!". Qutb meyakini keberhasilan perjuangan bukan keberanian semata, tapi keyakinan dan prinsip untuk tidak berdiam diri. Kajian-kajian di masjid diselenggarakan, mimbar-mimbar di buka, berbicara mengenai-gagasan Qutb- prinsip-prinsip fundamental Islam yang bersifat revolusioner. Ia adalah revolusi melawan kekuasaan penindas, ketidakadilan, melawan prasangka politik, ekonomi, ras dan agama.
Intelektualitas. Seorang intelektual menurut Gramsci, adalah pribadi yang berpihak. Gramsci mengecam para intelektual yang berpikir bahwa dirinya independen dan otonom. Merasa dirinya mampu memetakan masalah yang di hadapi kelas sosial dan merumuskan solusinya di secarik kertas, tanpa pernah hidup bersama mereka. Inilah pengkhianatan yang sesungguhnya dari kaum intelektual. Bukan rumusan "intelektual pengecut" ala H. J. Benda. Itulah mengapa Ali Syariati percaya bahwa peran pendidikan dapat mendorong revolusi sosial. Bagi mahasiswanya, Syariati merupakan dosen ideal dengan pidato yang memikat dan berkobar. Tradisi kuliahnya yang provokatif dan berpihak pada kaum tertindas ternyata menolak absensi administratif yang menurutnya birokratis dan membodohkan. Bagi Syariati, kembali pada Islam saja tidak cukup. Islam Abu Dzar atau Marwan? Syariati menyampaikan bahwa Islam yang benar lebih dari sekedar kepedulian. Islam yang benar memerintahkan kaum beriman untuk berjuang untuk keadilan, kemanusiaan dan penghapusan kemiskinan.
Humanitas. Ahmad Dahlan adalah sosok pendiri Muhammadiyah yang pernah di cap 'ulama Kristen', mengimplementasikan pemahaman Qur'an dengan mendirikan sekolah, membangun panti asuhan dan menghadirkan sarana pengobatan. Keberpihakannya begitu nampak, yang justru berbeda dengan belenggu yang menghimpit Muhammadiyah saat ini. Ada yang percaya hal ini dikarenakan pada masa itu anggota Muhammadiyah adalah entrepreneur yang tak segan mensedekahkan hartanya untuk organisasi. Tak segan Ahmad Dahlan berhadapan langsung dengan tradisi feodal Kraton dan pemahaman Islam konservatif. Bila strategi Ahmad Dahlan cukup moderat, Che merupakan sosok revolusioner yang mendunia. Wajahnya banyak terpampang di berbagai kaos dan buku, yang kini justru menjadi komoditas industri. Mereka yang mengoleksinya tak lagi ingat bagaimana pilihannya untuk terlibat bersama massa tertindas, miskin dan terlupakan, harus di bayar dengan mahal. Ia menyadari bahwa empati saja tidak cukup untuk menyelesaikan persoalan. Sistem itu harus di tumbangkan. Che bukan sosok yang berkata 'pergi dan bertempurlah', tetapi justru berkata 'ikutilah aku dan berperang'.
IMM sebagai Kader Muhammadiyah
persepsi yang baik tidak mesti selalu harus dibenarkan,
sebab kebenaran selalu menampilkan wajahnya
dalam beragam bentuk....
IMM, disatu sisi bertanggung jawab pada mahasiswa dan pada sisi yang lain bertanggung jawab pada muhammadiyah, karena IMM adalah ortom Muhammadiyah yang tentunya memiliki relasi ideologis dengan Muhammadiyah yang telah mentanfidzkan diri sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar serta gerakan kultur. IMM harus mendaulatkan komitmen untuk menopang perjuangan dan cita-cita sosial muhammadiyah. Dalam kerangka strategis gerakan muhammadiyah, IMM merupakan generasi intelektual dan tunas muda muhamadiyah pada jalur organisasi otonom. Visi identitas dan konsepsi gerakan IMM merepresentasikan kepedulian gerakan sosial Muhammadiyah pada wilayah kemahasiswaan. Sinergitas gerakan ini mencerminkan proses transmisi intelektual kolektif, baik pada aras konsepsi organisasi maupun pada ranah perkembangan masyarakat kampus. Elaborasi ideologis dan organisatoris IMM dan Muhammadiyah, mengharuskan IMM menjadi lokomotif, mobilisator dan motor penggerak serta pelopor dan pelangsung perjuangan Muhammadiyah.
IMM sebagai organisasi ke Islaman serta kader Muda Intelektual Muhammadiyah harus menjadikan Islam sebagai Ideologi yang hanya mengakui Allah sebagai kebenaran mutlak. IMM juga harus menyerukan Islam sebagaimana diajarkan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya sebagai kebenaran, selain itu salah. Inilah Islam sebagai ideologi: ekspansif, toleran tapi tidak mengakui yang lain sebagai kebenaran, karena IMM bukan organisasi Liberal. Pada prinsipnya hidup adalah mengajak dan diajak, tidak bisa netral apalagi bebas nilai sebagaimana diungkapkan salah seorang Ustadz Kritis, Murobby Neo- Marxis dari Pesantren Frankfurt, Kyai Jurgen Habermas dalam kitabnya “Knowlwdge and Human Interest”;Hidup tidak bisa bebas nilai apalagi netral, hidup harus menentukan pilihan. Tinggal kita memilih memihak pada siapa atau apa, Teosentris/antroposentris.
Islam sebagai ideologi yang merupakan risalah Allah, merupakan ajaran kebenaran komprehensif yang mengatur aspek-aspek yang paling individual hingga tatanan sosial yang tertampung dalam kapasitas kemanusiaan manusia. Islam sebagai ideologi dapat menyelesaikan kebuntuan dan keraguan nalar manusia. Secara filosopis Islam menawarkan kepastian jalan mengenai aturan hidup yang paling ideal yang bisa ditemukan dalam Al-quran dan As-sunnah (fikr bayani-tekstual eksplanatif) yang dapat dipertanggung jawabkan lewat nalar kemanusian dan pembuktian–pembuktian logik (fikr burhani-rasional demonstratif).
Kader IMM harus menjadikan Islam sebagai konsep keyakinan (Q.S. 2:225), moral (Q.S.7:99), tingkah laku (Q.S.2:138), perasaan (Q.S. 30:30), pendidikan (Q.S.2:151, 3:164, 62:2), sosial (Q.S.24:7), politik(Q.S. 3:85-86,12:40), ekonomi (Q.S. 9:60 & 103, 59:7) dan perundang-undangan (Q.S.4: 65). Islam menjadi cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak sebelum mengerjakan segala perbuatan. Ber-IMM-lah karena motivasi beriman kepada Allah SWT.
Akhlak merupakan pilar dan integritas seorang kader dalam berjuang di ikatan. Dalam kerangka fastabiqulkhairat maka akhlak adalah bingkainya...Sesama Kader ikatan harus ta’aruf-saling mengenal yang mendalam secara fisik, pemikiran dan jiwa (Q.S.49:13), tafahum-saling memahami dengan menyatukan hati, pemikiran dan amal (Q.S.8:60), ta’awun-saling membantu secara hati/saling mendoakan, pemikiran/berdiskusi/saling memotivasi, curhat (Q.S.5:2). Dengan ta’aruf., tafahum, dan ta’awun sesama kader ikatan akan punya kesatuan niat (Q.S. 98:5, 39: 11&14), kesatuan akhlak (Q.S. 2:163, 112:1), kesatuan fikrah (Q.S.6:153), Kesatuan diskursus (Q.S. 2:142), kesatuan ikatan (21:90, 22:78), dan kesatuan gerak serta aktifitas (Q.S.3:32)
Kader Ikatan harus menyerupai Rasul dalam konteks kekinian. Mesti memiliki mental yang kuat tahan banting dan tahan uji serta memiliki inspirasi yang luas, semangat yang kuat, komitmen yang kokoh, istiqomah yang yang mengkristal digaris edar perjuangan dan integritas pribadi yang luhur.
Wassalam
* Disampaikan pada Pelantikan dan dialog awal Tahun Pimpinan Komisariat IMM FKIP
** Mantan Ketua Bidang Kader Pimpinan Komisariat IMM FKIP periode 2006 – 2007, Ketua Cabang IMM Kota Makassar Periode 2008 – 2009, dan sekarang menjabat sebagai Sekretaris DPD IMM Sulsel 2009-2011