السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
الله اكبر 9 الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا , لااله الاالله وحده , ونصر عبده , واعز جنده وهزم الاحذاب وحده , لااله الاالله ولانعبد الا اياه مخلصين له الدين , ولوكره الكافرون
الحمد لله الذي جعل البيت الحرام مثابة للناس وامنا وفرض الحج على عباده كرما واحسانا وهوالغني الأعلى أشهد ان لااله الا الله الواحد الحق المبين , وأشهد ان محمدا عبده ورسوله الصادق الوعد الأمين ,اللهم صل وسلم على محمد وعلى اله وعلى من تبعه الى يوم الدين , اما بعد فيا ايها الاخوان , اتقوا الله حق تقاته , ولا تموتن الا وانتم مسلمون
Pada hari yang penuh berkah ini, hari Raya ‘Idul Adha 1433 H, patutlah kita menyampaikan segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan ni’mat-Nya kepada kita lahir dan bathin, yang menerangi hati dari kegelapan, menuntun jiwa dari kebingungan, dan menunjuki akal dari kesesatan. Kita patut bersyukur kepada Allah, yang telah menetapkan Islam dan syari’at-Nya sebagai satu-satunya jalan bagi keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. yang telah diutus Allah ke seluruh alam dengan ni’mat dan rahmat-Nya.
10 Zulhijah 1433 H yang kita rayakan ini, adalah hari kemenangan bagi orang-orang yang beriman, khususnya bagi umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah Haji di Mekkah dan bagi umat Islam yang telah menyiapkan hewan qurban di manapun berada, termasuk yang ada di tempat ini.
Para ‘Aidin, banyak sekali peristiwa sejarah yang patut dijadikan sebagai motivasi untuk meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah. Antara lain, Rasulullah Muhammad Saw dan Istrinya Khadijah adalah Saudagar kaya, tetapi seluruh harta kekayaannya diimfakkan untuk menegakkan agama Allah, dan untuk menolong orang-orang yang memerlukan bantuan. Rasulullah rela mengorbankan semua yang dimilikinya untuk melepaskan penderitaan orang-orang yang ada di sekitarnya, tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan bangsa.
Buktinya, Di salah satu sudut kota Madinah, ada seorang pengemis buta beragama Yahudi. Setiap kali ada orang yang mendekatinya, ia mencaci Rasulullah Saw dengan berkata, "Janganlah engkau mendekati Muhammad karena dia orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Jika engkau mendekatinya, engkau akan dipengaruhinya."
Apa yang Rasulullah lakukan terhadap pengemis buta itu? Rasulullah sama sekali tidak menyimpan rasa dendam sedikitpun. Justeru, Setiap pagi, beliau mendatanginya dan membawakan makanan. Tanpa berbicara sepatah kata pun, beliau menyuapi si pengemis buta itu dengan penuh kasih sayang. Kebiasaan tersebut beliau lakukan Setiap pagi sampai beliau wafat.
Suatu saat Rasulullah Saw rela memberikan satu-satunya pakaian yang dimiliki, yang melekat dibadannya untuk menolong seorang ibu beserta seorang anaknya yang tidak memiliki pakaian.
Begitu besar pengorbanan Rasulullah untuk kebaikan umat manusia, sehingga dalam riwayat, disebutkan oleh Aisyah bahwa Rasulullah Saw adalah orang yang pertama kali lapar pada saat ummatnya kelaparan, namun beliau menjadi orang yang terakhir merasa sedikit kenyang ketika ummatnya berada dalam kemakmuran.
Disebutkan pula dalam riwayat bahwa, saat Rasulullah Saw meninggal, beliau tidak meninggalkan warisan apa-apa untuk keluarganya selain beberapa potong kain yang sudah lama dan sebuah baju besi yang dijaminkan kepada seorang yahudi.
Para ‘Aidin, Sekiranya kita mampu mencontoh semangat pengorbanan Rasulullah Saw, maka kita akan memperoleh kepuasan dan kebahagiaan batin. Bukankah kebahagiaan batin itu merupakan kekayaan yang paling tinggi nilainya dari segala yang kita miliki. Apalah arti harta yang melimpah, kekuasaan, jabatan yang tinggi kalau batin tidak tentram.
Itulah sebabnya Rasulullah Saw berpesan kepada para sahabatnya; “Apakah kalian ingin mendapatkan kepuasan batin dan terpenuhi kebutuhan hidup?” Tanya Rasulullah Saw kepada para sahabat. “Tentu saja ya…Rasulullah Saw”, jawab mereka. Maka Rasulullah Saw bersabda: “Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikan makanan yang sama dengan makanan yang engkau makan, niscaya engkau akan meraih kepuasan batin dan terpenuhi kebutuhan hidupmu oleh Allah yang maha kuasa.”
Para ‘Aidin, Betapa teguh pendirian Nu’man bin Tsabit, yang lebih dikenal dengan nama Imam Abu Hanifah. Beliau tidak bersedia menerima jabatan Qadhi (hakim) yang ditawarkan oleh khalifah, karena merasa tidak akan sanggup menjalankan jabatan itu. Beliau tetap menolak, sekalipun dipaksa, dicambuk, dan dipenjara. Ibunya mencoba membujuk, seraya berkata: “Wahai Nu’man, anakku yang kucintai, Buanglah dan lemparkanlah jauh-jauh pengetahuan yang telah engkau punyai itu. Karena tidak ada yang engkau dapati selama ini, selain penjara, pukulan, cambuk, dan kalung rantai besi.”
Dengan lemah lembut dan senyum manis, Imam Abu Hanifah menjawab; wahai Ibu, Jika saya menghendaki kemewahan hidup di dunia ini, tentu saya tidak dipukuli dan tidak dipenjara. Tetapi, saya menghendaki keridhaan Allah Swt semata-mata, dan memelihara ilmu pengetahuan yang telah saya dapati. Saya tidak akan memalingkan pengetahuan yang selama ini saya pelihara kepada kebinasaan yang dimurkai oleh Allah Swt.”
Jabatan, membuat orang disegani, kekayaan membuat orang dikagumi. Memang pandangan sepintas menganggap jabatan dan kekayaan, sebagai sebuah kehormatan. Namun demikian, perlu diingat, dalam ajaran Ulama Sufi, dikatakan bahwa: “Ada orang yang dipandang mulia oleh penduduk bumi, tetapi di mata penduduk langit dia adalah orang yang hina.” “Ada orang yang dihormati dan disegani oleh masyarakat umum, padahal di mata penduduk langit dia adalah musuh Allah Swt.
Sebaliknya, “Ada orang yang dipandang sebelah mata, diremehkan, dan dianggap hina oleh kebanyakan penduduk bumi, padahal di mata penduduk langit dia adalah orang yang mulia, orang yang dikasihi oleh Allah Swt. Mungkin orang seperti ini hidup di dusun terpencil, nun jauh di ufuk sana, yang selama ini tidak mendapat perhatian.
* * *
Tersebutlah Bilal bin Rabah, seorang pemuda berkulit hitam dan kurus. Dia adalah seorang budak di mata manusia, tetapi dipandang sebagai bangsawan terhormat di sisi Allah. Dia dimuliakan oleh Allah dan penduduk langit, karena keteguhan iman, ketinggian akhlak dan ketakwaan yang dimilikinya. Dia rela mengorbankan jiwa raganya, demi mempertahankan iman dan membela ajaran kekasihnya Muhammad Saw.
Bilal sanggup menerima siksaan dari Tuannya (Umayyah), tangan dan kakinya diikat, lalu di atas dadanya dihimpitkan batu besar yang membuat nafasnya sesak dan darah mengalir dari sekujur tubuhnya. Di tengah-tengah penyiksaan itu, Bilal dipaksa oleh tuannya untuk meninggalkan agama Islam yang diyakininya. Dengan tegas Bilal menjawab; “Sekalipun anak panah beracun engkau tusukkan ke dadaku, pedang yang tajam engkau sembelihkan ke leherku, engkau tidak akan dapat menguasai dan memerintah akal pikiranku, tidak akan dapat mengubah iman dan islamku, kekuasaanmu yang bagaimana juga kuatnya hanya akan mengenai tubuhku, pantang akan dapat mengubah ketetapan hati dan agamaku.
Para ‘Aidin, janganlah kita menjual agama dan keyakinan yang kita miliki hanya dengan harta atau jabatan. Sebab betapapun banyaknya harta yang diberikan dan betapapun tingginya jabatan yang dijanjikan semua itu tidak sebanding nilainya dengan iman dan ketakwaan. Janganlah kita korbankan harga diri dan keyakinan kita, hanya dengan iming-iming harta dan kedudukan.
Para ‘Aidin, prinsip pengorbanan adalah; “Korbankan segala sesuatu yang lebih rendah nilainya untuk mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi nilainya.” Dan ketahuilah, bahwa tidak ada yang lebih tinggi nilainya buat bekal hidup di dunia dan akhirat, melebihi iman, takwa, akhlak dan budi pekerti yang mulia. Sebaliknya, tidak ada yang lebih rendah nilainya buat keselamatan kita, lebih rendah dari sifat takabbur, (keangkuhan), sifat tamak (keserakahan), dan sifat hasad (iri-dengki). Karena ketiga macam sifat ini merupakan induk dari segala kejahatan dan perbuatan dosa.
Karena angkuh, Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam ketika diperintahkan oleh Allah Swt. Sehingga iblis dilaknat. Karena serakah, Nabi Adam dan istrinya Hawa, memakan buah Khuldi yang dilarang oleh Allah, padahal ketika itu tidak terhitung banyaknya buah-buahan lain yang halal dan lezat tersedia. Menyebabkan Nabi Adam dan Hawa dilemparkan turun ke dunia. Karena iri-dengki, Kabil tega membunuh saudaranya sendiri, yang bernama Habil.
Sesungguhnya, sifat angkuh, serakah, dan dengki merupakan sifat kebinatangan yang harus dikorbankan, jika kita ingin selamat dunia akhirat. Ketiga sifat itu tidak boleh dibiarkan memerintah dan menguasai diri kita. Sebab jika dia kuat, maka dia akan mengendalikan keinginan, kemauan, prilaku dan perbuatan kita. Ketiganya merupakan sifat anti pati terhadap keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.
Oleh karenanya, di hadapan kita, hanya ada dua pilihan, jika dorongan dari ketiga sifat itu tidak mampu dikorbankan, maka sifat-sifat itulah yang akan mengorbankan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlak kita. Sebaliknya jika dorongan dari ketiga sifat itu mampu dikorbankan, maka keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia kita akan meningkat.
Para ‘Aidin, Dari sejarah qurban yang melibatkan peranan tiga tokoh, yakni Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar dan Nabi Ismail AS, dapat diambil pelajaran bahwa, suatu gagasan besar, cita-cita mulia, untuk melakukan perubahan, diperlukan dukungan dan kerja sama tiga elemen penting, yaitu; Generasi tua, generasi muda dan kaum perempuan. Nabi Ibrahim mewakili generasi tua, Nabi Ismail mewakili generasi muda, dan Siti Hajar mewakili kaum perempuan.
Untuk menciptakan perbaikan sosial, agar kesejahteraan masyarakat meningkat, harus dimusyawarahkan dengan melibatkan ketiga unsur di atas, masing masing tidak boleh berjalan sendiri-sendiri atau memaksakan kehendak kepada yang lain. Itulah sebabnya, sekalipun Nabi Ibrahim as, sebagai pemimpin rumah tangga, beliau tetap meminta pendapat kepada anaknya Ismail dan meminta persetujuan dari Istrinya Siti Hajar sebagaimana yang disebutkan dalam QS. As-Shaffaat: 102
Maka tatkala Ismail sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ismail menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
Peranan generasi tua dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, adalah sebagai pembimbing yang bijak. Generasi tua tidak boleh justeru menghambat kreativitas dan partisipasi generasi muda dalam menata kehidupan bermasyarakat.
Untuk mewujudkan pembangunan bangsa dan mensejahterakan ummat serta tegaknya syi’ar Islam ini, maka sangat diperlukan remaja-pemuda yang berjiwa besar dan berakhlak mulia, remaja-pemuda yang ikhlas dan berani berkorban untuk mencapai cita-cita yang luhur.
Karena itu wahai para remaja dan pemuda, jauhkanlah gaya hidup kalian dari kebudayaan yang merusak akhlakmu, seperti penyalahgunaan narkoba, perkelahian, perjudian, pergaulan bebas dan lain sebagainya. Ingatlah bahwa hanya di tangan kalianlah sebagai generasi penerus nantinya, terletak Kejayaan ummat Islam dan bangsa ini, dan dalam derap langkah kalianlah hidup dan matinya bangsa ini.
Para ‘Aidin, masa yang paling produktif adalah masa muda, karena itu seorang pemuda seharusnya lebih memberdayakan diri tanpa menunggu diberdayakan. Jangan sampai pemuda hanya diperdaya oleh kepentingan politik atau terpedaya oleh gaya hidup meterialis. Sesuatu yang paling berharga dalam perjalanan hidup adalah masa muda. Dan masa itu adalah perjalanan terindah dalam hidup. Sebab masa anak-anak sehat tapi tidak mempunyai akal yang matang sedangkan masa tua adalah bijak tetapi tidak enerjik. Kedua potensi positif itu dimiliki oleh pemuda, mereka mempunyai akal yang matang dan tubuh yang sehat.
Oleh karena itu, bukan suatu hal yang aneh, kalau masa muda akan diminta pertanggung jawaban tersendiri, sebagaimana disebutkan dalam Hadis Nabi Saw:
لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
"Tidak akan tergeser sedikitpun kedua kaki seorang hamba dari sisi Tuhannya pada hari kiamat nanti, sebelum ditanya lima perkara; tentang umurnya ke mana dia habiskan, tentang masa mudanya ke mana dia curahkan, tentang hartanya dari mana dia dapatkan dan kemana ia gunakan serta tentang pengetahuannya apa yang telah dia amalkan." (HR Turmudzi).
Suatu saat, kita akan ditanya tentang umur, detik demi detik, pada jam sekian hari sekian, dan, Betapa sulitnya pertanyaan itu. Bayangkan bagaimana orang yang hidup sepanjang usianya tanpa arah dan tujuan untuk meningkatkan akhlak budi pekertinya. Dan jangan lupa sesudah kita ditanya tentang umur secara menyeluruh kita akan ditanya lagi secara khusus tentang masa muda.
Para ‘Aidin, Tidak kalah pentingnya adalah peranan kaum perempuan, terutama dalam memperbaiki akhlak, moral masyarakat. Keterlibatan peran Siti Hajar dalam sejarah qurban, mengandung pelajaran bahwa, betapa besar pengaruh pendidikan dan gaya hidup yang dilakonkan oleh kaum perempuan. Negara, bangsa dan agama sangat memerlukan perempuan-perempuan shalehah. Peran perempuan shalehah amatlah penting dalam membentuk watak dan kepribadian seorang anak yang baik, dan akan menentukan watak bangsa dikemudian hari, sebagaimana dinyatakan oleh Rasullullah Saw dalam hadistnya :
المرئة عماد البلاد اذا صلحت ،صلحت، واذا فسدت، فسدت
“Wanita adalah tiang negara, apabila ia baik maka baiklah negara itu, dan apabila ia rusak maka rusak pula negara itu.”
Para ‘Aidin, dalam berusaha memperbaiki diri sendiri, keluarga dan masyarakat, godaan pasti akan silih berganti, ujian akan datang dan pergi, karena setan dalam bentuk manusia dan jin, tidak rela melihat umat Islam berbahagia dalam keshalehannya. Mereka akan selalu datang menggoda dan merayu, sebagaimana dinyatakan Allah dalam Al-Qur'an:
"Iblis berkata: "Karena Engkau Telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS. al-A'raf: 16-17)
Semua itu merupakan batu-batu ujian yang pasti kita lewati. Karenanya tidak ada pilihan kecuali sabar dan tabah menghadapinya. Tak ada kebahagiaan hakiki dalam hidup ini tanpa iman dan takwa, sedang iman dan takwa menuntut kusungguhan dan pengorbanan. Karena itu, hiasilah hidup ini dengan tawadhu (rendah hati), qana'ah (kaya hati), dan raja' (harapan hati).
Karena itu para ‘aidin, ada tiga (3) hal yang harus kita antisipasi dalam mengisi lembaran hidup ini:
1. jadikanlah ketaatan kepada Allah di atas segala-galanya. utamakanlah menjalankan perintah Allah dari perintah sesama manusia, dan dari perintah hawa nafsu sendiri. Jika kita mampu melakukan hal ini, maka kita akan senantiasa berada dalam jalur naungan-bimbingan Allah.
2. jadikanlah semangat rela berkorban demi menjalankan perintah Allah sebagai pakaian yang selalu kita pakai kapan pun dan di mana pun. Peliharalah sebaik-baiknya pakaian itu. Jangan sampai robek oleh duri-duri pergaulan bebas dan pamer aurat yang ditaburkan orang di jalanan. Jangan sampai usang oleh debu kehidupan gelamor dan serba boleh yang dipertontonkan. Jangan sampai luntur ditimpa hujan kesenangan dunia yang diiming-imingkan. Jangan sampai ditanggalkan oleh angin keserakahan dan keangkuhan yang dibanggakan. Jangan sampai dikotori oleh budaya KKN yang dihembuskan. Dan jangan ditukar dengan apapun, karena semua itu tidak sebanding nilainya dengan nikmat yang dijanjikan Allah di akhirat kelak.
3. jadikanlah sifat dermawan sebagai kebiasaan dan perhiasan hidup yang dilakukan semata-mata karena mengharap ridho Allah, bukan karena adanya pamrih dari orang lain, dan buka pula karena ada kepentingan dunia yang diharapkan. Entah karena menginginkan jabatan, kedudukan atau kekuasaan. Jangan sampai kita disebut sebagai dermawan musiman, hanya rajin menyumbang pada saat-saat tertentu, ketika ada ambisi duniawi.
* * * * *
Para ‘Aidin, Kebiasaan mengorbankan kepentingan dunia demi untuk meraih keselamatan akhirat akan mengantar kita pada kehidupan yang suci dan bersih yang memungkinkan kita dapat memberi jawaban terhadap tumpukan permasalahan manusia yang semakin bertambah. Karena sebenarnya bukan hanya faktor kecerdasan dan intelektualitas yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang bermunculan setiap saat. Bahkan dapat dikatakan kemampuan intelektual hanya mampu menyelesaikan apa yang terdapat di permukaan, itupun tidak semuanya, karena jauh lebih banyak lagi masalah yang mengendap di petala kehidupan manusia yang tidak kasat mata.
Sekarang ini, banyak sekali masalah yang harus kita hadapi; masalah kemiskinan yang melilit, menyebabkan ribuan anak-anak mengalami kelumpuhan, ditimpa penyakit busung lapar, karena orang tuanya tidak memiliki uang membeli makanan bergizi sekadar menghentikan rintihan anaknya yang sedang kelaparan.. Bencana Banjir dan tanah longsor terjadi di mana-mana menyebabkan ratusan orang dan ribuan rumah hanyut. Apakah kita peduli dengan rintihan penderitaan mereka
Sebelum masalah-masalah itu diatasi secara baik, muncul lagi masalah baru, atas nama kesetaraan gender, kaum wanita dijadikan komoditas dan alat mengeruk devisa negara melalui bisnis prostitusi, hiburan, termasuk pengiriman TKW ke luar negeri. Akibatnya, bangunan keluarga hancur, budaya kawin cerai, kumpul kebo, lesbian, dan homoseks dianggap sah dan trendy.
Atas nama kebebasan dan hak asasi manusia, lahirlah pluralisme agama yang menyatakan semua agama sama. Manusia bebas beragama, bebas berpindah-pindah agama, bahkan bebas untuk tidak beragama sama sekali.
Para ‘Aidin, ingatlah bahwa, semua masalah tersebut tidak akan mampu diatasi hanya dengan mengandalkan kecerdasan, kemampuan akal semata. Penyelesaian masalah itu juga menuntut kepekaan moral, ketinggian akhlak, dan iman yang kuat. Hanya orang-orang yang memiliki kemampuan semacam inilah yang bisa diharapkan untuk mengatasi masalah, sebab hanya merekalah yang mampu bekerja, mengorbankan waktu, tenaga, dan hartanya demi untuk kemaslahatan orang banyak.
Itulah sebabnya, ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, kriteria pertama yang dijadikan pertimbangan untuk mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan adalah iman dan takwa yang dibuktikan dengan kejujuran dan kebaikan akhlaq dalam pergaulan sehari-hari dan dibuktikan dengan kerelaan mengorbankan waktu, pikiran, harta dan nyawa sekalipun demi untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Umar tidak akan mempekerjakan orang-orang yang cerdas dan berpengetahuan luas sekalipun, jika ia tidak jujur atau tidak berakhlaq mulia di mata masyarakat dan tidak sanggup berkorban demi kepentingan orang banyak.
Jadi dunia kini bukan hanya merindukan tangan-tangan cekatan yang hanya mendemonstrasikan kepintaran dan kecerdasannya, menghadirkan berbagai macam produk dan fasilitas. Tetapi yang diharapkan adalah insan-insan yang berpikiran jernih, berhati bening, serta bekerja tulus dan ikhlas, yang setiap saat rela berkorban demi untuk kebaikan bersama, buah pikiran dan hasil karyanya dapat dinikmati langsung sebagai suatu penyelesaian kemelut hidup yang sangat mendasar.
"Dan bertakwalah kepada Allah; niscaya Allah akan mengajarmu; karena Allah Maha mengetahui segala sesuatu."
Para ‘Aidin, Hari ini begitu usai melakukan Sholat Idh, hingga hari-hari Tasyriq tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, Ummat Islam yang mampu diperintahkan untuk berkurban dengan memotong hewan ternak, yang dagingnya dibagikan kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan.
Dari hadist Nabi Saw dapat dipahami bahwa menyembelih ternak Qurban merupakan keharusan bagi setiap muslim yang mampu, karena Rasullullah Saw mengancam orang yang tidak mau berkurban, dengan melarang mendekati tempat sholat beliau, sebagaimana di jelaskan dalam hadis:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Artinya : “Barangsiapa yang punya kelapangan rizki tapi tidak mau berkurban, maka tak patut ia mendekat di tempat sholat kami. (HR. Ibn Majah)
Sesunggunya berqurban amat besar pahalanya, sebagaimana dinyatakan oleh Rasullullah Saw dalam Hadisnya:
قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ
Artinya : “Sahabat bertanya, Ya..Rasulullah apa ganjaran yang kita peroleh dari penyembelihan hewan qurban? Rasulullah menjawab: pahalanya adalah tiap-tiap satu helai rambut (bulu) hewan qurban itu dibalas dengan satu kebajikan. (HR. Ibnu Majah ra.)
Alangkah besar ganjaran pahala ibadah berkurban. Gunakanlah kesempatan ini sebaik-baiknya. karena harta kekayaan pasti akan kita tinggalkan seluruhnya, yang akan kita bawa hanyalah amal ibadah yang kita lakukan selagi kita masih hidup. Janganlah kita sia-siakan waktu dan kesempatan ini. Abdullah bin Mas'ud ra. mengatakan, "seorang Muslim tidak akan mencapai iman yang hakiki sampai waktunya lebih berharga baginya daripada hartanya.
الله اكبر3× ولله الحمد ، اقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم ولسائر المسلمين يارب العالمين
Oleh : Dr. Abdul Ahaana, M.Ag