Kisah Salahuddin Al-Ayyubi dan penaklukan Yerusalem tersebar baik di Barat maupun di Timur. Ini adalah cerita tentang keberanian, toleransi dan keagungan akhlak.
Pada musim panas 1187, Shalahuddin Al-Ayyubi ingin merebut kembali Yerusalem. Menjelang serbuan, ia memberi kesempatan penguasa Kristen kota itu untuk menyiapkan diri agar mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat. Setelah pasukan Kristen sudah siap dengan segala persenjatan dan pertahanan barulah Salahuddin Al-Ayyubi memerintahkan pasukannya untuk berperang tapi akhirnya pasukan Kristenpun kalah juga. Kemudian setelah peperangan dimenangkan oleh pasukan Muslim dan banyak tawanan perang yang berhasil ditangkap tapi yang dilakukan Salahuddin Al-Ayyubi terhadap tawanan perang dan penduduk Kristen adalah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam. Padahal pada tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Yerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.
Ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Yerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi pengampunan umum kepada penduduk Kristen untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan. Sejumlah kaum wanita Kristen dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh tangis seraya berkata: “Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran hidup.”
Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum wanita Kristen itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya. Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Yerusalem dalam tangan tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.
Para pelarian Kristen dari kota Yerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum Kristen. Banyak kaum Kristen yang meninggalkan Yerusalem pergi menuju Antioch, tetapi panglima Kristen Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mereka, bahkan merampasi harta benda mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Seorang penulis menceritakan “Seorang wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Kristen yang menolak untuk memberikan pertolongan kepadanya”. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang rasa terhadap kaum Kristen yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak memasuki Yerusalem sebelum mereka meninggalkannya.
Dari Yerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib menyusun kekuatan kembali untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah pangeran Kristen yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.
Akhlak Shalahuddin
Banyak kisah-kisah unik dan menarik tentang Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap kesatria dan kemuliaan hatinya.
Kita tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam ini bersikap baik kepada Raja Richard berhati Singa yang datang dari Inggris untuk menghancurkan pasukan muslim. Tapi Ketika raja Richard sakit dalam pertempuran, Salahuddin Al-Ayyubi malah mengiriminya buah pir yang segar dingin dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu raja Richard pun tersentuh dan bersedia melakukan perdamaian yang ditandatangani pada 1 September 1192, dan pesta pun diadakan dengan berbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.
Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo, ia bukan hanya membangun masjid dan benteng, tapi juga sekolah, rumah-sakit dan bahkan gereja.
Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidak nepotis atau pilih kasih. Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan.
Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berasas sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya.
Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya sambil berkata, “Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.”
Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang diperintahnya. [Majalah Tabligh edisi Ramadhan - Syawal 1433 H]
link resmi : http://tabligh.or.id/2012/belajar-dari-penaklukan-yerusalem/